TIDAK ADA YANG SEMPURNA

 TIDAK ADA YANG SEMPURNA





Olrh:Es Setyowatie 


Sepeninggal ayah,  kami. Sekeluarga sangat kehilangan. Semasa hidupnya ayah sosok yang baik bertanggung jawab dan piawai dalam berbisnis. Rasanya tidak ada yang jelek tentang ayah,  semua bertabur kebaikan, hingga kami percaya 100% ayah merupakan orang terbaik  dalam hidup kami. Aku sebagai anak sulung meneruskan bisnis keluarga  menggantikan ayah. 


Semula aku senang dan rasa kagum pada ayah selalu mewarnai setiap gerak langkah. Namun, suatu hari aku benar -benar kaget  ada seseorang datang ke kantor menagih utang cukup besar dan harus segera dilunasi.  Jika tidak dilunasi per jatuh tempo aset kami akan disita sebesar hutang  yang harus dibayar. 


Terus terang aku kaget,  karena selama ini ayah tidak pernah cerita meskipun, komunikasi dalam keluarga  lancar. Wajahku tegang  namun,  segera  berusaha  untuk tetap stabil sehingga kepanikan bisa tersamarkan dari pandangan mereka.

Rasa percayaku pada ayah, runtuh seketika, kecewa dan merasa  seolah tertipu. Bagaimana mungkin ayah merahasiakan utangnya serapat ini hingga keluarga tidak mengetaui. Apa  alasan sebenarnya? 

Sebagai rasa tanggung jawab aku harus melunasinya. Utang yang tidak dilunasi bisa menguras amal saat nanti di akhirat. Ayah akan merugi dan aku tidak mau itu terjadi meskipun, hati kecewa. 

****

Usai makan malam kami berkumpul seluruh  keluarga  untuk membahas masalah utang ayah. Kuutarakan semua apa yang kuketaui tentang utang ayah, juga perasaanku setelah mengetaui bahwa ayah meninggalkan hutang yang tidak sedikit. 

Expresi mereka sama seperti expresi ku saat pertama kali mendengar  dari debt collector.

Hanya ibu yang mempunyai ekspresi  berbeda.  Ibu tetap teduh  tidak menunjukkan kekecewaan. 

“Ibu bisa memaklumi kalian kecewa  karena ayahmu meninggalkan warisan utang,” kata ibuku dengan suara  gemetar

“Selama ini  semua menyayangi Ayah  sebagai pahlawan keluarga. Lantas apakah setitik kesalahan akan menggugurkan kebaikan yang selama ini dicurahkan untuk kalian?” tanya ibu kepada kami

Kami bergeming  mendengarkan kata-kata ibu

“Maafkan kami semua,Bu.”


“Ayahmu bukan mewariskan timun  pahit yang mesti dibuang, tetapi sebuah permata bila diasah akan berkilau

Gresik,  29 Juni 2022


Comments

Popular posts from this blog

Reading Slump

Parenting Memahami Anak Usia Dini

Sehat ala Rasolullah Bisa Hidup Tenang