Pertemuan Tak Terduga


Pertemuan Tak Terduga

Penulis: Endang  setyowati 

Aku sibuk menandatangani  novel baruku pada  jumpa fans di toko buku Mediapustaka untuk fansku. Setelah selesai kuucapkan terima kasih pada diriku atas pencapaianku hingga lahirlah novel ke-3

Segera aku  meninggalkan tempat, tetapi ada suara seseorang memanggil namaku. Suara itu tidak asing bagiku,  tapi mungkinkah?  Aku menengok ke sumber suara dan hati ku deg,  benarkah ini? Sosok  yang telah membersamaiku selama empat tahun,  kemudian begitu saja menghilang.  Aku bagaikan terpaku dengan besi  hingga aku tidak bisa bergerak beberapa detik. Beruntung aku segera bisa menguasi diri  senyumku menyapanya. 

Dia menjawab sapaanku dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. 

“Apa kabarmu Rasty? Selamat atas  terbitnya novel ke tiganya. ”  

“Aku baik tetapi ibuku kurang sehat, terima kasih atas perhatiannya. Bagaimana dengan kabarmu?” 

Secara umum aku baik dan secara khusus aku sangat tidak baik. Rasty bisakah kita ngobrol  di cafe Philosopher di depan itu.  Sebentar saja!”

“iya,  mari kita kesana. “

Kami berjalan beriringan, dan Handy menengok ke belakang. 

“Ras,  kenapa kita tidak jalan bareng saja!”

Aku masih mengecek HP, sepertinya ada notifikasi masuk,” jawabku menutupi rasa canggung.  

Akhirnya kuajukan beberapa langkah untuk membersamai Handy.


****


Handy memesan kopi capucino dan cemilan kentang goreng sedang aku memesan teh herbal dan cemilan yang sama. Ternyata selera kami tidak berubah.  Ia terlihat sangat tenang sedangkan hatiku berdebar kencang.   Kutarik napas dalam guna menguasahi hatiku

“Rasty,  aku penggemar tersembunyi hampir semua tulisanmu sudah kubaca dan rasanya tulisanmu mencerminkan kisah kita. 100%  yakin, hatimu belum move on. 

Kubuat senyum semanis mungkin untuk menyembunyikan rasa getirku agar tidak terbaca  Handy.

“Han, terima kasih atas kesetian pada tulisanku. Sebuah tulisan yang sudah dilempar kepublik itu milik umum dan semua orang berhak menafsirkan maknanya dengan sudut pandangnya sendiri. Jadi tafsiranmu bisa iya juga bisa tidak.”

“Aku mengenalimu Rasty dan sinar matamu mengatakan iya. Kamu tidak bisa menyangkal.”

“Begini Han, aku tidak bermaksud.... 

Tiba-tiba teleponku berdering dan ini membuat percakapanku dengan Handy berhenti. “Maaf Handy, aku harus kerumah sakit, anakku masuk UGD. Aku pamit dulu, pertemuan bisa dilain waktu.”

Han,  aku mohon maaf nggak bisa meneruskan percakapan  dulu petemuan kali ini,  ada pesan masuk ibuku masuk UGD.”

“Aku antar Ras. “

Terima kasih Handy,  aku tidak mau merepotkanmu.

Aku tidak enak nanti dengan keluargamu

Lain kali saja kita bertemu. Lagi .

Kemudian aku meninggalkan Handy tetapi Handy meraih tanganku. 

“Rasty setidaknya beri tahu aku rumah sakit mana ibumu dirawat.”

“Baik,  Di Rumahsakit  Rasty Medika. “

Kemudian aku  meninggalkan Handy

Bersambung 











Penulis: Endang  setyowati 

Aku sibuk menandatangani  novel baruku pada  jumpa fans di toko buku Mediapustaka untuk fansku. Setelah selesai kuucapkan terima kasih pada diriku atas pencapaianku hingga lahirlah novel ke-3

Segera aku  meninggalkan tempat, tetapi ada suara seseorang memanggil namaku. Suara itu tidak asing bagiku,  tapi mungkinkah?  Aku menengok ke sumber suara dan hati ku deg,  benarkah ini? Sosok  yang telah membersamaiku selama empat tahun,  kemudian begitu saja menghilang.  Aku bagaikan terpaku dengan besi  hingga aku tidak bisa bergerak beberapa detik. Beruntung aku segera bisa menguasi diri  senyumku menyapanya. 

Dia menjawab sapaanku dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan. 

“Apa kabarmu Rasty? Selamat atas  terbitnya novel ke tiganya. ”  

“Aku baik tetapi ibuku kurang sehat, terima kasih atas perhatiannya. Bagaimana dengan kabarmu?” 

Secara umum aku baik dan secara khusus aku sangat tidak baik. Rasty bisakah kita ngobrol  di cafe Philosopher di depan itu.  Sebentar saja!”

“iya,  mari kita kesana. “

Kami berjalan beriringan, dan Handy menengok ke belakang. 

“Ras,  kenapa kita tidak jalan bareng saja!”

Aku masih mengecek HP, sepertinya ada notifikasi masuk,” jawabku menutupi rasa canggung.  

Akhirnya kuajukan beberapa langkah untuk membersamai Handy.


****


Handy memesan kopi capucino dan cemilan kentang goreng sedang aku memesan teh herbal dan cemilan yang sama. Ternyata selera kami tidak berubah.  Ia terlihat sangat tenang sedangkan hatiku berdebar kencang.   Kutarik napas dalam guna menguasahi hatiku

“Rasty,  aku penggemar tersembunyi hampir semua tulisanmu sudah kubaca dan rasanya tulisanmu mencerminkan kisah kita. 100%  yakin, hatimu belum move on. 

Kubuat senyum semanis mungkin untuk menyembunyikan rasa getirku agar tidak terbaca  Handy.

“Han, terima kasih atas kesetian pada tulisanku. Sebuah tulisan yang sudah dilempar kepublik itu milik umum dan semua orang berhak menafsirkan maknanya dengan sudut pandangnya sendiri. Jadi tafsiranmu bisa iya juga bisa tidak.”

“Aku mengenalimu Rasty dan sinar matamu mengatakan iya. Kamu tidak bisa menyangkal.”

“Begini Han, aku tidak bermaksud.... 

Tiba-tiba teleponku berdering dan ini membuat percakapanku dengan Handy berhenti. “Maaf Handy, aku harus kerumah sakit, anakku masuk UGD. Aku pamit dulu, pertemuan bisa dilain waktu.”

Han,  aku mohon maaf nggak bisa meneruskan percakapan  dulu petemuan kali ini,  ada pesan masuk ibuku masuk UGD.”

“Aku antar Ras. “

Terima kasih Handy,  aku tidak mau merepotkanmu.

Aku tidak enak nanti dengan keluargamu

Lain kali saja kita bertemu. Lagi .

Kemudian aku meninggalkan Handy tetapi Handy meraih tanganku. 

“Rasty setidaknya beri tahu aku rumah sakit mana ibumu dirawat.”

“Baik,  Di Rumahsakit  Rasty Medika. “

Kemudian aku  meninggalkan Handy

Bersambung 












Comments

Popular posts from this blog

Mengapa Niche Blog Sangat Perlu?

ODOP BLOGGER SQUAD

Review Tempat Wisata Santerra De Laponte